Washington, D.C. — Dunia kembali menoleh ke Asia Selatan setelah pernyataan mengejutkan muncul dari Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald J. Trump. Dalam sebuah pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, di Gedung Putih, Trump menyatakan kesediaannya untuk menjadi mediator dalam konflik berkepanjangan antara India dan Pakistan terkait wilayah sengketa Kashmir.
“Saya sudah berbicara dengan Perdana Menteri [Narendra] Modi. Ia sebenarnya meminta saya menjadi penengah dalam isu Kashmir,” ujar Trump di hadapan wartawan, seraya menoleh ke Imran Khan yang duduk di sampingnya. “Saya senang jika bisa membantu dua negara hebat ini menemukan jalan damai.”
Pernyataan tersebut sontak memicu reaksi beragam. Pemerintah India segera membantah klaim bahwa Modi pernah meminta bantuan Trump dalam konflik tersebut. Melalui juru bicara resmi Kementerian Luar Negeri India, New Delhi menegaskan bahwa penyelesaian isu Kashmir adalah urusan bilateral yang tidak membutuhkan campur tangan pihak ketiga.
Kashmir: Luka Lama yang Terus Menganga
Kashmir telah lama menjadi titik panas hubungan India dan Pakistan sejak kedua negara memisahkan diri dari kekuasaan kolonial Inggris pada 1947. Sengketa atas wilayah ini telah memicu tiga perang besar dan berbagai konflik kecil lainnya, dengan ribuan korban jiwa di kedua sisi perbatasan.
Meskipun wilayah Kashmir secara administratif terbagi—sebagian dikuasai India, sebagian lagi oleh Pakistan, dan sebagian kecil oleh China—kedua negara sama-sama mengklaim Kashmir sebagai bagian tak terpisahkan dari kedaulatannya. Bagi India, Kashmir adalah bagian dari integritas nasional. Sementara bagi Pakistan, kawasan itu adalah simbol perjuangan kemerdekaan rakyat Muslim Kashmir.
Motif Politik di Balik Tawaran Trump?
Pakar hubungan internasional menilai bahwa tawaran Trump bukan semata soal perdamaian. Beberapa analis melihatnya sebagai bagian dari strategi diplomatik AS untuk tetap relevan di kawasan Asia, sekaligus memperkuat hubungannya dengan Pakistan, yang kala itu masih memegang peranan penting dalam proses perdamaian Afghanistan.
“Tawaran mediasi Trump harus dilihat dalam konteks yang lebih luas—yakni dinamika strategis AS di kawasan Asia Selatan, persaingan pengaruh dengan China, dan upaya menyeimbangkan hubungan antara dua negara nuklir yang sensitif,” kata Dr. Farah Nazir, dosen studi Asia di Universitas Georgetown.
Respons Berhati-hati dari New Delhi dan Islamabad
Sikap India terhadap tawaran ini sangat tegas: tidak akan ada pihak ketiga. Hal ini sejalan dengan posisi diplomatik India selama beberapa dekade, yang konsisten menolak campur tangan eksternal dalam urusan Kashmir.
Sebaliknya, Pakistan tampak lebih terbuka. Imran Khan bahkan menyambut baik pernyataan Trump dengan penuh harapan. “Lebih dari satu miliar orang akan mendoakan Anda jika bisa membantu menyelesaikan masalah ini,” ujar Khan saat itu, dengan nada optimis.
Namun, meskipun Pakistan menyambut baik tawaran itu, para pengamat menilai realisasi dari mediasi semacam itu sangat kecil. Terlalu banyak lapisan sejarah, kebijakan domestik, dan trauma masa lalu yang membuat penyelesaian konflik ini melalui jalur mediasi internasional menjadi rumit.