Apa yang Dilaporkan
Dalam beberapa laporan terkini (akhir September 2025), muncul proposal yang menyebut bahwa mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, akan menjadi pemimpin otoritas transisi internasional (transitional authority) untuk Jalur Gaza setelah konflik mereda. Israel National News+4The Week+4Sky News+4
Beberapa rincian dari proposal itu meliputi:
- Pembentukan badan bernama Gaza International Transitional Authority (GITA) yang akan menjadi otoritas politik dan hukum tertinggi di Gaza untuk periode sementara, mungkin hingga lima tahun. EgyptToday+2The Week+2
- Blair akan memimpin dewan pengawas (supervisory board) di bawah GITA, bersama beberapa teknokrat Palestina dan dukungan dari kekuatan Arab serta pengawasan/orientasi PBB. Israel National News+2The Week+2
- Rencana dimulai dengan basis operasional di luar Gaza (misalnya El-Arish, Mesir), kemudian setelah kondisi memungkinkan, GITA memasuki wilayah Gaza. The Week+1
- Tujuannya adalah rekonstruksi, stabilisasi administratif, keamanan, serta persiapan agar kontrol akhirnya dikembalikan ke pihak Palestina (terutama Otoritas Palestina). The Week+2Hespress+2
Reaksi Awal dan Kontroversi
Proposal ini belum mendapat persetujuan penuh dari semua pihak yang terkait. Beberapa poin kontroversial atau tantangan:
- Skeptisisme dari Palestina dan Arab
Banyak pihak yang meragukan Blair, khususnya karena catatan masa lalunya—perannya dalam perang Irak adalah argumen yang sering disorot. Hespress+1
Ada pula kekhawatiran bahwa otoritas internasional seperti ini bisa menjadi bentuk intervensi yang melemahkan kedaulatan lokal—atau dianggap sebagai transisi yang dipaksakan. The National+1 - Posisi Hamas dan Israel
Untuk proposal ini berjalan, Hamas harus membongkar senjatanya dan membebaskan sandera, serta menyetujui beberapa prasyarat yang diminta pihak-pihak internasional. Israel juga perlu menyetujui keterlibatan badan internasional. New York Post+1
Ini bukan hal mudah mengingat perseteruan dan kepercayaan yang rendah antara Hamas dan banyak negara serta lembaga internasional. - Kelegitiman dan Dukungan Internasional
Proposal ini memerlukan dukungan luas—baik dari negara-negara Arab, komunitas internasional, PBB, dan lembaga donor. Bila tidak ada dukungan politik dan keuangan yang kuat, GITA bisa jadi mandul atau ditolak oleh warga lokal. - Kekhawatiran tentang Jalan Pemulihan
Pemulihan fisik (infrastruktur, layanan dasar), keamanan, serta regulasi pemerintahan yang transparan menjadi tantangan besar. Warga Gaza menghadapi kerusakan parah, kebutuhan mendesak akan bantuan kemanusiaan, dan dampak psikologis perang.
Analisis Potensi dan Risiko
Potensi Manfaat
- Stabilisasi administratif: Jika berhasil, pemerintahan transisi dapat memberikan struktur yang lebih efisien dibandingkan kondisi darurat atau kekacauan pasca konflik.
- Pemulihan infrastruktur & layanan dasar: GITA bisa memfokuskan sumber daya pada listrik, air, kesehatan, tempat tinggal.
- Dialog lintas pihak: Kehadiran pihak ketiga (internasional, Arab, teknokrat) bisa menjadi media negosiasi antar pihak yang berseteru.
Risiko yang Besar
- Isu legitimasi: Jika warga Gaza melihat Blair sebagai tokoh yang dikendalikan dari luar, atau sebagai bagian dari agenda asing, legitimasi GITA bisa rendah.
- Penolakan dari Hamas: Mengingat Hamas adalah penguasa de facto di Gaza, mereka mungkin menolak kehilangan kekuasaan tanpa kompensasi politik yang jelas.
- Gangguan keamanan: Konflik yang terus berjalan, serangan lintas batas, ancaman kelompok bersenjata—semua itu bisa mengganggu pelaksanaan otoritas transisi.
- Masalah demografi & etnis: Ada kekhawatiran bahwa proposal-proposal tertentu bisa mengarah pada relokasi penduduk Gaza atau “pengosongan” wilayah, yang akan menimbulkan kecaman internasional dan mungkin pelanggaran hukum internasional.