Gaza – Di tengah debu reruntuhan dan jerit tangis para korban, satu fakta mencengangkan kembali mengoyak nurani dunia. Rumah Sakit Indonesia di Gaza, yang selama ini menjadi simbol solidaritas kemanusiaan antara rakyat Indonesia dan Palestina, diserang dan dikepung oleh militer Israel. Serangan ini tidak hanya menghancurkan fasilitas medis, tetapi juga mencabik-cabik nilai-nilai kemanusiaan paling mendasar.
Laporan dari berbagai sumber internasional, termasuk lembaga kemanusiaan dan media lokal Palestina, mengungkap bahwa serangan terhadap RS Indonesia terjadi secara sistematis. Bukan hanya peluru yang menembus dinding rumah sakit, tetapi juga kepungan panjang yang memutus akses evakuasi dan bantuan logistik bagi pasien dan tenaga medis.
Api di Tengah Harapan: RS Indonesia Jadi Target Serangan
RS Indonesia yang terletak di Beit Lahiya, Gaza Utara, sejak awal serangan Israel pada tahun lalu telah menjadi satu-satunya fasilitas kesehatan yang masih beroperasi di wilayah itu. Di tengah keterbatasan, para dokter dan relawan medis terus berjuang menyelamatkan nyawa, bahkan ketika listrik padam, obat-obatan habis, dan suplai oksigen terputus.
Namun, pada malam kelam di pertengahan Mei, tembakan artileri dan drone menghujani kawasan sekitar rumah sakit. Sejumlah laporan menyebut bahwa pasukan darat Israel mengepung area rumah sakit, melarang keluar-masuk kendaraan ambulans, serta menahan para tenaga medis dalam kondisi tanpa makanan dan air selama berjam-jam.
“Kami berada di ruang operasi saat peluru menghantam bagian belakang gedung. Pasien kami masih di meja bedah. Ini bukan medan perang — ini tempat untuk menyelamatkan nyawa,” ujar seorang dokter Palestina dalam rekaman suara yang dikirim ke jaringan relawan internasional.
Warga Sipil dan Tenaga Medis Jadi Korban
Dalam serangan tersebut, dilaporkan puluhan warga sipil yang tengah berlindung di dalam rumah sakit ikut menjadi korban. Beberapa meninggal karena serangan langsung, sementara lainnya karena tidak mendapat penanganan medis tepat waktu akibat terganggunya sistem rumah sakit.
Tenaga medis pun tidak luput. Seorang perawat dan sopir ambulans dilaporkan gugur saat berusaha memindahkan pasien ke ruangan yang lebih aman. Video yang beredar memperlihatkan suasana kacau: lantai berlumuran darah, anak-anak menangis, dan para relawan berteriak meminta bantuan melalui saluran radio yang terputus-putus.
Kecaman Global dan Suara dari Indonesia
Insiden penyerangan terhadap RS Indonesia menuai reaksi keras dari masyarakat internasional. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) menyerukan penghormatan terhadap status rumah sakit sebagai zona netral dalam konflik bersenjata, sesuai Konvensi Jenewa.
Sementara itu, di Indonesia, pemerintah menyampaikan protes diplomatik keras kepada Israel melalui perwakilan PBB. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan bahwa penyerangan terhadap fasilitas kemanusiaan yang didirikan dengan dana rakyat Indonesia adalah tindakan biadab yang melanggar hukum internasional.
“Ini bukan hanya soal Palestina. Ini soal kejahatan terhadap kemanusiaan yang tidak boleh ditoleransi. Kami mendesak Dewan Keamanan PBB mengambil tindakan tegas,” ujar Retno dalam konferensi pers darurat di Jakarta.
Lebih dari Rumah Sakit: RS Indonesia sebagai Simbol Solidaritas
Didirikan atas prakarsa MER-C dan didanai sepenuhnya oleh donasi publik dari rakyat Indonesia, RS Indonesia bukan sekadar fasilitas medis — ia adalah simbol keberpihakan moral terhadap rakyat yang terpinggirkan dan dianiaya. Penyerangan terhadapnya menjadi tamparan bagi nilai-nilai kemanusiaan universal.
Kini, sebagian besar struktur RS rusak berat. Namun semangat para relawan dan tenaga medis tetap menyala. Dalam pesan terakhir sebelum sambungan komunikasi terputus, salah satu dokter menyatakan, “Kami akan terus merawat, meski dengan tangan kosong. Karena tubuh ini mungkin bisa dihancurkan, tapi bukan nurani kami.”