Gaza/Jerusalem – Gelombang serangan udara Israel di Jalur Gaza kian brutal. Ledakan mengguncang kawasan padat penduduk sepanjang akhir pekan, memporak-porandakan rumah-rumah warga, sekolah darurat, hingga fasilitas medis yang selama ini menjadi tempat berlindung ribuan orang. Laporan otoritas kesehatan setempat menyebut ratusan korban jatuh hanya dalam kurun waktu dua hari terakhir, sebagian besar di antaranya perempuan dan anak-anak.
Di tengah situasi mencekam itu, Hamas merilis serangkaian foto yang memperlihatkan perpisahan para sandera. Potret tersebut memperlihatkan wajah-wajah tegang para tawanan, sebagian menatap kosong ke arah kamera, sementara pejuang bersenjata berdiri di sisi mereka. Publikasi foto itu segera menyebar luas, menimbulkan gelombang keprihatinan sekaligus kemarahan di tingkat internasional.
Serangan Menghantam Warga Sipil
Militer Israel mengklaim bahwa gempuran mereka ditujukan pada jaringan terowongan bawah tanah serta gudang senjata Hamas. Namun, kenyataan di lapangan memperlihatkan sebaliknya: rumah-rumah hancur, puing berserakan di jalan-jalan sempit Gaza, dan warga sipil berlarian mencari perlindungan.
“Kami tidak tahu lagi harus ke mana. Bahkan tempat yang disebut aman kini jadi sasaran rudal,” ungkap seorang ibu di Khan Younis, sambil menggendong anaknya yang terluka terkena pecahan kaca.
Pesan Politik dari Hamas
Foto-foto sandera yang dirilis Hamas dinilai bukan sekadar dokumentasi. Banyak pengamat menilai langkah itu sebagai strategi politik dan psikologis. Hamas ingin menegaskan bahwa setiap serangan Israel berpotensi langsung mengancam nyawa para tawanan.
“Ini bukan hanya pesan kepada Israel, tapi juga kepada dunia luar: mereka ingin menunjukkan bahwa sandera bisa sewaktu-waktu menjadi korban,” kata seorang analis Timur Tengah di Amman.
Bagi keluarga sandera, foto-foto itu menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ada secercah harapan bahwa orang terkasih masih hidup. Namun, di sisi lain, bayangan kehilangan semakin nyata.
Dunia Internasional Bersuara
Gelombang kecaman datang dari berbagai negara. Amerika Serikat dan Uni Eropa mendesak agar Israel menahan diri, sementara pada saat yang sama menekan Hamas untuk melepaskan para sandera. PBB pun menyuarakan keprihatinan mendalam atas memburuknya situasi di Gaza.
“Setiap tindakan yang mengorbankan warga sipil dan memperpanjang penderitaan tidak bisa dibenarkan. Dunia tidak boleh berpaling dari tragedi kemanusiaan ini,” ujar Sekretaris Jenderal PBB António Guterres.
Jalan Buntu Menuju Perdamaian
Upaya mediasi yang digalang Mesir dan Qatar sejauh ini belum membuahkan hasil. Negosiasi gencatan senjata berulang kali gagal, sementara di lapangan, dentuman bom terus terdengar. Harapan akan tercapainya kesepakatan damai terasa semakin jauh.
Kini, Gaza berada di ambang krisis kemanusiaan yang lebih besar. Serangan udara Israel yang kian brutal dan publikasi foto perpisahan sandera oleh Hamas menjadi simbol betapa rumit dan tragisnya konflik yang tak kunjung menemukan jalan keluar.