Pada pertengahan Mei 2025, penangkapan Profesor Ali Khan Mahmudabad, seorang akademisi terkemuka dari Ashoka University, mengguncang dunia akademik dan memicu perdebatan nasional di India. Penangkapannya terkait dengan unggahan di media sosial yang dianggap kontroversial mengenai Operasi Sindoor, sebuah operasi militer India di Pakistan dan wilayah Kashmir yang dikuasai Pakistan.
Latar Belakang Penangkapan
Profesor Mahmudabad, kepala Departemen Ilmu Politik di Ashoka University, dikenal sebagai akademisi yang vokal dan kritis. Unggahan media sosialnya yang menyinggung Operasi Sindoor dianggap oleh beberapa pihak sebagai penghinaan terhadap militer dan perempuan dalam angkatan bersenjata. Ketua Komisi Perempuan Negara Bagian Haryana, Renu Bhatia, mengajukan pengaduan resmi yang berujung pada penangkapan Mahmudabad oleh polisi Haryana pada 18 Mei 2025.
Reaksi dari Komunitas Akademik
Penangkapan ini memicu solidaritas luas dari komunitas akademik dan mahasiswa. Mahasiswa Ashoka University mengorganisir dukungan dalam bentuk shift bergilir di luar kantor polisi tempat Mahmudabad ditahan. Mereka menyatakan bahwa tindakan ini merupakan pelanggaran terhadap kebebasan akademik dan kebebasan berekspresi.
Rekan-rekan Mahmudabad di Ashoka University juga menyatakan bahwa unggahan tersebut sebenarnya mendukung tindakan pemerintah dan militer India, serta menyoroti pentingnya peran perempuan dalam angkatan bersenjata.
Proses Hukum dan Kritik Terhadap Penangkapan
Mahmudabad menghadapi berbagai tuduhan, termasuk mengancam kedaulatan India dan menyebabkan disharmoni antar komunitas. Namun, analisis hukum menunjukkan bahwa unggahan Mahmudabad tidak memenuhi kriteria hukum untuk tuduhan-tuduhan tersebut.
Mahkamah Agung India telah setuju untuk mendengar permohonan Mahmudabad terhadap penangkapannya. Sidang dijadwalkan berlangsung pada minggu ini, dengan pengacara senior Kapil Sibal mewakili Mahmudabad.
Implikasi Lebih Luas
Kasus ini menyoroti ketegangan antara keamanan nasional dan kebebasan berekspresi di India. Penangkapan Mahmudabad dianggap oleh banyak pihak sebagai preseden berbahaya yang dapat mengancam kebebasan akademik dan diskusi kritis di ruang publik.