Jakarta – Sebuah pengakuan mengejutkan datang dari salah satu pendiri Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang membongkar strategi emosional partai saat berupaya merangkul Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke dalam barisan mereka. Dalam sebuah pernyataan terbuka, sang pendiri menyebut bahwa Grace Natalie—mantan Ketua Umum PSI—diminta menangis demi menyentuh sisi emosional Presiden.
Pernyataan itu disampaikan dalam sebuah forum internal partai yang bocor ke publik. Sang pendiri, yang enggan disebutkan namanya, mengatakan bahwa momen tersebut terjadi menjelang Pemilu 2019, ketika PSI tengah gencar membangun citra dan mencari sosok sentral untuk mengerek elektabilitas.
“Kami tahu Pak Jokowi bukan orang yang mudah diyakinkan. Tapi kami juga tahu beliau sangat menghargai ketulusan. Maka kami minta Grace tampil seotentik mungkin, bahkan kalau perlu, menangis di depannya,” ujar sang pendiri dalam potongan video yang viral di media sosial sejak kemarin.
Video tersebut memancing pro dan kontra. Sebagian pihak menganggap pendekatan emosional itu sebagai strategi politik yang sah, sementara lainnya menganggapnya manipulatif dan berlebihan.
Grace Natalie sendiri belum memberikan tanggapan resmi atas viralnya video tersebut. Namun, sumber dekat mantan ketum PSI itu menyebut bahwa pertemuan dengan Presiden Jokowi kala itu memang berlangsung dalam suasana yang sangat emosional.
“Grace saat itu tidak sedang berpura-pura. Dia memang menangis, karena merasa betul-betul bahwa PSI lahir dari semangat Jokowi—semangat kerja nyata dan antikorupsi,” ungkap seorang kader senior PSI yang turut hadir dalam pertemuan tersebut.
Upaya PSI untuk menarik Jokowi ke dalam orbit politik mereka memang bukan rahasia. Sejak awal, partai yang identik dengan anak muda dan gaya komunikasi modern itu kerap menampilkan Jokowi sebagai simbol keberpihakan pada rakyat kecil. Bahkan dalam kampanye dan debat publik, PSI konsisten menyuarakan dukungan mereka kepada Presiden.
Namun setelah Jokowi tak lagi bisa mencalonkan diri, arah politik PSI mulai berubah. Ketika PSI menyatakan dukungan pada Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024, banyak yang menilai bahwa partai tersebut tetap setia pada “politik Jokowi”, meski dalam bentuk baru.
Pengamat politik dari Lembaga Kajian Demokrasi dan Politik Indonesia (LKDPI), Feri Arifin, menyebut bahwa langkah PSI menggunakan pendekatan emosional terhadap Jokowi adalah cermin dari kecerdikan politis, tetapi juga mengandung risiko etis.
“Politik memang tak lepas dari drama, tetapi ketika sebuah partai meminta pemimpinnya untuk menangis sebagai taktik, itu bisa dianggap sebagai manipulasi. Di sisi lain, bisa juga dilihat sebagai bentuk ketulusan, tergantung siapa yang menilai,” ujarnya.
Sementara itu, Istana belum memberikan komentar terkait video tersebut maupun pengakuan dari pendiri PSI. Namun banyak yang menduga, meski tak pernah secara resmi menjadi kader, Jokowi punya ikatan emosional tersendiri dengan partai berlambang bunga mawar merah tersebut.
Kini publik menunggu apakah Grace Natalie akan buka suara dan menjelaskan konteks sebenarnya di balik strategi “air mata” itu. Di tengah dinamika politik yang terus bergulir, kisah di balik layar ini menjadi cerminan bagaimana partai-partai muda memainkan taktik yang tak kalah dramatis dengan partai senior demi mendapat legitimasi politik.