Raytheon, bagian dari RTX, tampaknya sudah di ambang babak baru bagi pertahanan udara jarak dekat: Next‑Generation Short‑Range Interceptor (NGSRI) — yang dirancang menggantikan FIM‑92 Stinger — dipersiapkan untuk menjalani uji terbang terintegrasi pertamanya sebelum akhir 2025. Langkah ini menjadi titik balik penting dalam upaya memperbarui kemampuan udara-tingkat‑darat Amerika Serikat terhadap ancaman pesawat kecil dan kawanan drone yang makin berkembang.
Dibangun sebagai penerus yang mempertahankan bentuk dan cara pakai Stinger, NGSRI menggabungkan peningkatan bahan bakar dan motor roket yang lebih bertenaga, seeker (pemandu) yang lebih canggih, serta kepala peledak dan logika pemrosesan target yang disesuaikan untuk mengatasi target‑target kecil dan cepat. Tujuan utamanya bukan sekadar ‘lebih cepat dan lebih jauh’, melainkan memastikan efektivitas terhadap drone dan pesawat rendah‑latar yang makin sulit dideteksi.
Sejumlah tes subsistem yang dilaporkan telah rampung sejak awal 2025 — termasuk uji seeker, motor roket dan warhead — menempatkan proyek ini pada fase integrasi sistem penuh. Sumber resmi Raytheon dan laporan industri menyebutkan bahwa perusahaan sudah menyelesaikan serangkaian demonstrasi subsistem (sepuluh titik uji) yang menunjukkan kematangan teknologi sebelum melangkah ke uji terbang terintegrasi. insidedefense.com+1
Salah satu fitur kunci NGSRI adalah kompatibilitas mundur (backward‑compatible): desainnya dibuat agar bisa diluncurkan dari peluncur dan perangkat Stinger yang sudah ada — termasuk peluncur bahu prajurit dan peluncur kendaraan — sehingga modernisasi tidak memaksa pergantian total inventaris di lapangan. Selain itu, pendekatan ergonomis juga mendapat perhatian: umpan balik dari personel lapangan digunakan untuk menyempurnakan tata letak launcher dan handling sistem. RTX+1
Mengapa percepatan ini penting? Lanskap ancaman saat ini dipenuhi dengan drone komersial yang dimodifikasi, swarm UAV, dan pesawat tak berawak yang memiliki profil radar kecil serta kemampuan manuver yang menuntut respon cepat dan pemandu sensitif. Stinger telah terbukti tangguh selama dekade, namun era drone membuat kebutuhan jangkauan, kecepatan respons, dan kecerdasan pemandu menjadi prioritas baru — kebutuhan yang coba dipenuhi oleh NGSRI. Army Recognition+1
Program NGSRI sendiri adalah bagian dari upaya yang lebih luas: penggantian sistem MANPADS dan modernisasi pertahanan udara jarak pendek dalam kerangka program M‑SHORAD dan inisiatif terkait. Jadwal yang diumumkan publik menunjukkan demonstrasi operasional di FY2026, keputusan produksi pada FY2027, dan produksi awal berskala kecil (LRIP) kemungkinan pada 2028 — sehingga uji akhir 2025 menjadi krusial untuk menjaga ritme program. Army Recognition+1
Apa artinya bagi medan tempur nyata? Jika NGSRI memenuhi janji‑janjinya — jangkauan lebih jauh, akurasi lebih baik, dan kemampuan melawan drone di siang‑malam — maka pasukan darat akan memperoleh lapis pertahanan yang lebih fleksibel dan efektif tanpa kehilangan keunggulan mobilitas dan portabilitas yang membuat Stinger populer. Namun, keberhasilan akhir tetap bergantung pada hasil uji terintegrasi, validasi taktis di skenario nyata, dan kesiapan produksi massal. RTX+1
NGSRI menunjukkan bahwa evolusi senjata kecil tidak sekadar soal ukuran atau kecepatan, melainkan integrasi sensor‑pemrosesan, bahan bakar dan propulsi modern, serta desain yang memperhatikan pengguna lapangan. Jika uji terintegrasi yang dijadwalkan sukses, era baru pertahanan udara jarak pendek mungkin akan dimulai—dengan NGSRI sebagai pionirnya.