Latar Belakang
Sejak konflik Israel-Hamas merebak kembali pada 7 Oktober 2023, isu pengakuan negara Palestina kembali menjadi sorotan internasional. Beberapa negara Barat — termasuk Inggris, Kanada, Australia, dan Prancis — telah mengambil langkah formal untuk mengakui Palestina sebagai sebuah negara merdeka. Arab News PK+3AA.com.tr+3Al Jazeera+3
Pengakuan ini muncul di tengah tekanan internasional untuk mendorong solusi dua negara (two-state solution), serta meningkatnya keprihatinan atas krisis kemanusiaan di Gaza. AA.com.tr+1
Pernyataan Netanyahu dan Tuduhannya
Mendengar kabar tentang pengakuan tersebut, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu merespons dengan kecaman keras:
- Ia menyebut pengakuan oleh negara-negara Barat sebagai “reward for terror” (mengganjar terorisme) dan menyatakan bahwa pengakuan seperti itu memperkuat posisi Hamas dan meredakan tekanan internasional terhadap kelompok tersebut. Al Jazeera+2News24+2
- Netanyahu menegaskan bahwa “tidak akan ada negara Palestina di sebelah barat Sungai Yordan” selama dia memimpin. Artinya, ia tetap menolak eksistensi negara Palestina yang merdeka dan berdaulat di wilayah yang diperebutkan seperti Tepi Barat dan Gaza. News24+1
- Dalam pidato di sidang Majelis Umum PBB, ia juga menuduh para pemimpin negara-negara Barat “tunduk pada tekanan media yang bias, kelompok Islamis radikal, dan massa antisemit” ketika membuat keputusan pengakuan. News24
Reaksi Negara-negara yang Mengakui Palestina
Negara-negara seperti Australia membela langkah mereka:
- Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, mengatakan bahwa pengakuan terhadap Palestina adalah bagian dari posisi bipartisan yang sudah lama sejak awal kebijakan luar negeri negaranya, serta sebagai upaya membangun momentum bagi solusi damai jangka panjang. AA.com.tr
- Australia juga menyerukan penghentian kekerasan, pembebasan sandera, dan perluasan bantuan kemanusiaan ke Gaza mengingat kondisi krisis kemanusiaan di sana. AA.com.tr
Implikasi dan Analisis
Reaksi Netanyahu ini punya sejumlah makna dan potensi dampak:
- Meningkatnya Diplomasi Simbolik
Banyak negara Barat menggunakan pengakuan sebagai alat diplomasi simbolis: bukan hanya tindakan hukum, tapi juga pertanda politik bahwa mereka mendesak agar konflik tidak terus berlanjut tanpa basis penyelesaian yang adil. - Ketegangan yang Tak Berkurang
Penolakan keras dari pihak Israel—termasuk dari Netanyahu—memperlihatkan bahwa meskipun tekanan internasional tinggi, garis kebijakan Israel saat ini relatif kaku terhadap isu pengakuan Palestina. - Risiko Politik Domestik dan Keamanan
Netanyahu dan pemerintahannya khawatir bahwa pengakuan Palestina bisa memberi legitimasi politik kepada Hamas atau pihak-pihak Palestina lainnya, memperburuk posisi tawar Israel di arena diplomatik dan keamanan. Penguatan pemukiman di Tepi Barat dan perluasan wilayah kontrol menjadi salah satu respons yang diberitakan. Arab News PK+1 - Skala Internasional dan Masa Depan Proses Perdamaian
Jika lebih banyak negara mengakui Palestina, akan terbentuk tekanan internasional yang lebih besar agar Israel dan pihak Palestina duduk untuk negosiasi dengan kondisi yang lebih seimbang. Namun, Israel menyebut bahwa pengakuan unilateral tanpa jaminan keamanan dan kesepakatan substansial justru berbahaya. Netanyahu berargumen bahwa pengakuan di tengah konflik seperti ini “mengganjar terorisme.” Al Jazeera+1 - Dampak terhadap Isu Internasional Hukum & HAM
Negara yang mengakui Palestina bisa menggunakan pengakuan tersebut untuk mendorong penyelidikan terhadap pelanggaran HAM, penggunaan pengungsi, legalitas pendudukan, dan status hukum internasional Palestina dalam forum-forum PBB dan pengadilan seperti Mahkamah Internasional. Sebaliknya, Israel akan menolak klaim-klaim yang dianggap melemahkan legitimasi dan keamanan nasionalnya.