Dr. Mahathir Mohamad bukan hanya seorang tokoh penting dalam sejarah politik Malaysia, tetapi juga simbol dari keteguhan, kontroversi, dan nasionalisme Asia Tenggara. Julukan “Soekarno Kecil” yang pernah disematkan kepadanya pada masa muda bukanlah tanpa alasan. Gaya orasinya yang tajam, keberpihakannya pada rakyat, serta sikap keras terhadap dominasi asing, mengingatkan banyak orang pada Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Namun di balik julukan itu, Mahathir memiliki jalan politik yang unik dan berliku, penuh dengan dinamika yang membentuk wajah Malaysia modern.
Awal Kehidupan dan Latar Belakang
Dilahirkan pada 10 Juli 1925 di Alor Setar, Kedah, Mahathir bin Mohamad berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya, seorang guru sekolah, menekankan pentingnya pendidikan. Mahathir lulus sebagai dokter dari King Edward VII College of Medicine di Singapura. Profesi sebagai dokter membuatnya dekat dengan masyarakat kecil dan memahami denyut nadi persoalan sosial secara langsung.
Keterlibatan Mahathir dalam politik dimulai sejak masa mudanya. Ia aktif di UMNO (United Malays National Organisation), partai utama yang mendominasi politik Malaysia pasca kemerdekaan. Pandangannya yang tegas tentang perlunya mengangkat derajat orang Melayu sering kali menimbulkan kontroversi, bahkan membuatnya dikeluarkan dari UMNO pada awal 1970-an setelah menulis buku The Malay Dilemma yang dianggap terlalu kritis terhadap elite politik saat itu.
Julukan “Soekarno Kecil” dan Gaya Politiknya
Mahathir mendapat julukan “Soekarno Kecil” bukan hanya karena keberaniannya dalam menyuarakan gagasan nasionalis, tetapi juga karena kefasihannya berpidato dan kemampuannya membakar semangat rakyat. Seperti halnya Soekarno, Mahathir percaya pada pentingnya kedaulatan bangsa, anti-imperialisme, dan keberdayaan nasional. Namun, berbeda dengan Soekarno yang lebih idealis dan retoris, Mahathir cenderung pragmatis dan teknokratis.
Ketika menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia, ia menekankan pembangunan ekonomi yang agresif, modernisasi industri, serta penguatan identitas nasional Malaysia melalui kebijakan seperti Vision 2020. Di sini terlihat jelas perbedaannya dengan Soekarno, yang lebih menekankan pada semangat revolusi dan persatuan bangsa Asia-Afrika.
Perdana Menteri Terlama dan Arsitek Malaysia Modern
Mahathir pertama kali menjabat sebagai Perdana Menteri pada tahun 1981 dan bertahan hingga 2003, menjadikannya pemimpin dengan masa jabatan terlama dalam sejarah Malaysia. Selama masa pemerintahannya, ia meluncurkan berbagai proyek infrastruktur ambisius seperti Menara Kembar Petronas, jalan tol modern, hingga kota pintar Putrajaya.
Namun, era pemerintahannya juga tidak luput dari kontroversi. Ia dikenal otoriter terhadap oposisi, membungkam kritik melalui kebijakan keamanan dalam negeri, dan terlibat dalam ketegangan politik yang menyebabkan lengsernya Anwar Ibrahim, wakilnya sendiri, pada akhir 1990-an.
Kembalinya Sang Reformis di Usia Senja
Yang membuat Mahathir berbeda dari kebanyakan politisi adalah kemampuannya untuk “hidup kembali” secara politik. Pada usia 92 tahun, ia kembali ke panggung politik sebagai tokoh oposisi dan mengejutkan dunia dengan memenangkan pemilu 2018, menggulingkan koalisi Barisan Nasional yang telah berkuasa selama lebih dari enam dekade.
Kembalinya Mahathir sebagai Perdana Menteri ke-7 Malaysia adalah babak langka dalam sejarah politik dunia. Ia menjadi simbol perlawanan terhadap korupsi yang mengakar dalam pemerintahan Najib Razak kala itu. Meski masa jabatan keduanya hanya berlangsung singkat, Mahathir berhasil menunjukkan bahwa umur bukanlah penghalang untuk memperjuangkan idealisme politik.