Jepang tengah menyaksikan momen bersejarah dalam politiknya. Sanae Takaichi, seorang politisi konservatif berusia 64 tahun, baru saja terpilih sebagai Presiden Partai Demokrat Liberal (LDP) pada 4 Oktober 2025. Dengan kemenangan ini, ia berpeluang besar menjadi Perdana Menteri perempuan pertama dalam sejarah Jepang.
Langkah Menuju Sejarah
Takaichi mengalahkan Menteri Pertanian Shinjirō Koizumi dalam pemilihan internal LDP dengan perolehan suara 54,25% di putaran kedua. Kemenangan ini menandai pencapaian penting, mengingat LDP sebelumnya didominasi oleh politisi pria. Sebagai seorang konservatif garis keras dan sekutu dekat mantan Perdana Menteri Shinzo Abe, Takaichi dikenal karena pandangannya yang tegas terhadap isu-isu seperti kebijakan luar negeri dan reformasi konstitusi. Ia juga dikenal sebagai pengagum Margaret Thatcher dan pernah menjadi drummer dalam band heavy metal semasa kuliah Reuters.
Koalisi Baru Membuka Peluang
Setelah koalisi sebelumnya pecah, LDP kini sedang menjajaki kemungkinan aliansi dengan Partai Inovasi Jepang (JIP). Keputusan JIP untuk menghentikan dialog dengan partai oposisi pada 17 Oktober 2025 memperkuat peluang Takaichi untuk menjadi perdana menteri perempuan pertama Jepang. Parlemen Jepang dijadwalkan untuk memilih perdana menteri baru pada 21 Oktober 2025, dan jika koalisi ini terbentuk, Takaichi memiliki peluang besar untuk memenangkan suara mayoritas ANTARA News.
Tantangan yang Dihadapi
Meskipun peluangnya semakin besar, Takaichi menghadapi beberapa tantangan. Koalisi sebelumnya dengan Komeito, mitra lama LDP, telah runtuh karena perbedaan pandangan. Selain itu, beberapa anggota LDP yang sebelumnya mendukungnya kini mulai ragu, dan beberapa partai oposisi juga menunjukkan sikap skeptis terhadap kepemimpinannya. Namun, dengan dukungan dari JIP dan beberapa faksi dalam LDP, jalannya menuju kursi perdana menteri semakin terbuka lebar detiknews.
Pandangan Internasional
Kemenangan Takaichi juga menarik perhatian internasional. Presiden AS, Donald Trump, menyambut baik potensi Takaichi sebagai perdana menteri, menyebutnya sebagai “berita luar biasa”. Hal ini menunjukkan adanya harapan untuk memperkuat hubungan antara Jepang dan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Takaichi