Yerusalem – Di balik bayang-bayang konflik berkepanjangan di Timur Tengah, Israel kembali menjadi sorotan dunia setelah laporan intelijen membocorkan rencana strategis terbaru negeri itu yang disebut-sebut bertujuan untuk “menghancurkan total kapabilitas nuklir Iran.” Langkah ini memicu kecemasan akan potensi eskalasi menuju perang besar, yang tak hanya melibatkan dua negara, tetapi berisiko menyeret kawasan — bahkan dunia — ke dalam konflik berskala luas.
Menurut sumber diplomatik yang tak ingin disebutkan namanya, rencana ini bukan sekadar retorika politik atau manuver tekanan psikologis belaka. Dalam beberapa bulan terakhir, Angkatan Udara Israel dikabarkan telah meningkatkan latihan skenario serangan jarak jauh, termasuk simulasi penggempuran situs-situs nuklir di dalam wilayah Iran, seperti Natanz, Fordow, dan Arak.
“Persiapan ini bersifat serius dan intensif. Mereka tidak lagi sekadar berbicara soal pencegahan, tapi soal aksi langsung yang bisa dilakukan kapan saja,” ungkap sumber itu kepada media internasional.
Strategi Ganda: Intelijen dan Militer
Pemerintah Israel, yang selama bertahun-tahun menentang program nuklir Iran dengan alasan keamanan eksistensial, tampaknya tak lagi mempercayai efektivitas jalur diplomatik. Sejumlah laporan menyebut Mossad — badan intelijen Israel — juga memainkan peran aktif dalam menggagalkan pengembangan senjata nuklir Iran secara diam-diam, termasuk dugaan sabotase dan pembunuhan ilmuwan nuklir di masa lalu.
Namun, strategi kali ini lebih frontal.
“Kalau dulu Israel bertindak dalam bayang-bayang, sekarang mereka ingin mengirim pesan terbuka bahwa mereka siap bertindak terang-terangan,” kata Prof. Amir Zohar, analis keamanan dari Universitas Tel Aviv.
Iran Tak Tinggal Diam
Di sisi lain, Iran mengecam keras laporan tersebut dan menegaskan akan merespons “dengan kekuatan penuh” jika wilayahnya diserang.
“Setiap bentuk agresi terhadap Republik Islam Iran akan mendapat balasan yang tak terbayangkan oleh musuh. Israel bermain api di tengah gudang mesiu,” ujar Juru Bicara Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), Brigadir Jenderal Ramazan Sharif.
Iran juga menegaskan bahwa program nuklir mereka murni untuk tujuan damai. Namun, laporan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) terbaru menunjukkan bahwa Iran telah memperkaya uranium hingga tingkat mendekati bahan bakar senjata, yang menimbulkan kecurigaan besar di Barat dan Israel.
Dilema Global: Diam atau Bertindak?
Langkah Israel ini membuat banyak pihak di komunitas internasional berada dalam posisi serba salah. Amerika Serikat, sekutu utama Israel, berada di persimpangan: di satu sisi memahami kekhawatiran Tel Aviv, tapi di sisi lain takut jika serangan terbuka justru mendorong perang besar yang bisa memicu instabilitas global — termasuk lonjakan harga minyak, krisis pengungsi, dan meningkatnya ancaman teror.
Rusia dan China, dua kekuatan besar yang punya hubungan dekat dengan Iran, juga memperingatkan dampak destruktif jika konflik terbuka benar-benar terjadi.
“Dunia tidak sedang butuh perang baru. Apalagi yang melibatkan dua kekuatan militer besar di kawasan paling sensitif di dunia,” ujar Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov.
Ancaman Nyata atau Sinyal Politik?
Sebagian analis berpendapat bahwa langkah Israel ini mungkin lebih dimaksudkan sebagai tekanan strategis untuk memaksa Iran kembali ke meja perundingan dengan syarat yang lebih ketat. Namun, sejarah mencatat bahwa Israel bukanlah negara yang hanya mengandalkan ancaman kosong.
Pada tahun 1981, Israel pernah melancarkan serangan udara terhadap reaktor nuklir Osirak di Irak. Lalu, pada 2007, mereka juga menggempur fasilitas nuklir Suriah dalam Operasi Orchard. Fakta-fakta ini membuat dunia tak bisa mengabaikan kemungkinan bahwa ancaman terhadap Iran bisa benar-benar menjadi nyata.