Gaza – Krisis kemanusiaan di Jalur Gaza kian memburuk setelah laporan dari otoritas kesehatan Palestina dan organisasi internasional mengungkapkan bahwa dalam sepekan terakhir, setidaknya 10 rumah sakit dan pusat layanan medis menjadi sasaran serangan udara Israel. Di antara fasilitas yang terdampak, Rumah Sakit Indonesia yang berlokasi di Beit Lahiya, Gaza utara, juga dilaporkan mengalami kerusakan serius.
Serangan udara intensif terjadi hampir setiap hari selama tujuh hari terakhir, dengan titik serangan menyasar berbagai wilayah padat penduduk. Rumah sakit—yang sejatinya dilindungi oleh hukum internasional—tidak luput dari gempuran. Laporan dari Kementerian Kesehatan Gaza menyebutkan bahwa selain RS Indonesia, rumah sakit seperti Al-Shifa, Al-Quds, dan beberapa klinik kecil lainnya turut menjadi korban.
RS Indonesia Rusak Parah, Pasien Terjebak
Menurut keterangan resmi dari Bulan Sabit Merah Palestina, Rumah Sakit Indonesia mengalami kerusakan pada bagian gedung rawat inap dan unit gawat darurat setelah terkena hantaman misil pada Jumat malam (23/5). Ledakan tersebut menyebabkan sebagian atap runtuh dan kaca jendela pecah, memicu kepanikan di kalangan pasien dan tenaga medis.
“Saat serangan terjadi, rumah sakit sedang penuh. Tidak hanya pasien, tapi juga banyak warga yang berlindung di dalam gedung karena menganggapnya sebagai tempat paling aman,” ujar Dr. Ayman Sahbani, Direktur Kesehatan Gaza, dalam konferensi pers virtual.
Petugas medis dilaporkan kesulitan melakukan evakuasi karena serangan masih terus berlanjut di sekitar kawasan rumah sakit. Sementara itu, akses untuk mengevakuasi korban luka dari puing-puing semakin sulit akibat terbatasnya bahan bakar, listrik, dan peralatan.
Pelanggaran Berat terhadap Hukum Humaniter
Serangan terhadap fasilitas medis telah menuai kecaman internasional. Human Rights Watch dan Médecins Sans Frontières (Dokter Lintas Batas) menyatakan bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa. Rumah sakit, ambulans, dan tenaga medis harus dilindungi dalam situasi konflik bersenjata, kecuali jika terbukti secara sah digunakan untuk kepentingan militer.
“Menyerang rumah sakit tanpa dasar yang jelas dan dapat dibuktikan adalah kejahatan perang. Dunia tidak bisa terus diam,” kata Richard Brennan, Direktur Regional WHO untuk Timur Tengah.
PBB melalui juru bicara Sekjen António Guterres menyatakan keprihatinan mendalam dan menyerukan penyelidikan independen terhadap serangan-serangan ini. Namun, hingga kini belum ada tindakan konkret yang diambil Dewan Keamanan mengingat veto politik yang terus membayangi proses diplomatik.
Israel Klaim Serangan Ditujukan ke “Target Militan”
Pihak militer Israel (IDF) menyatakan bahwa serangan dilakukan berdasarkan intelijen yang menunjukkan adanya aktivitas militan Hamas di sekitar fasilitas medis. Namun, klaim tersebut belum disertai bukti terbuka, dan mendapat bantahan dari otoritas kesehatan setempat serta lembaga independen.
“Tidak ada bukti valid yang menunjukkan bahwa rumah sakit digunakan untuk tujuan militer. Yang kami tahu, ribuan warga sipil—termasuk anak-anak—berlindung di sana,” ujar Dr. Majdi Dhair, pejabat Kementerian Kesehatan Gaza.
Krisis Kemanusiaan Memburuk
Dengan hancurnya berbagai fasilitas medis, kapasitas layanan kesehatan di Gaza kini berada di ambang kolaps. Ribuan orang terluka tidak mendapatkan perawatan layak, sementara suplai obat-obatan nyaris habis. Pemadaman listrik dan blokade total atas bantuan kemanusiaan memperburuk keadaan.
“Yang terjadi bukan hanya konflik bersenjata, ini adalah bencana kemanusiaan,” kata Afrah Nuseir, relawan medis asal Rafah.
Sementara dunia terus menyuarakan keprihatinan, warga Gaza terus berjuang menyelamatkan nyawa di tengah puing-puing, dengan harapan agar suara mereka akhirnya didengar.