New Delhi — Setelah hampir satu abad menghindari penyebutan eksplisit soal kasta dalam sensus nasional, India akhirnya memutuskan untuk kembali mencantumkan data kasta dalam pelaksanaan sensus mendatang. Keputusan ini menandai perubahan kebijakan yang signifikan dalam cara negara demokrasi terbesar di dunia ini memandang identitas sosial, struktur masyarakat, dan ketimpangan historis.
Kebijakan ini, yang telah menjadi bahan perdebatan panjang di tingkat nasional, dinilai oleh banyak pihak sebagai langkah penting dalam membaca ulang realitas sosial India modern—namun juga tak lepas dari kontroversi politik dan risiko perpecahan horizontal.
Sensus Kasta: Dulu dan Kini
Pencatatan kasta secara resmi terakhir kali dilakukan dalam sensus India pada tahun 1931, saat negara tersebut masih berada di bawah kekuasaan kolonial Inggris. Setelah kemerdekaan pada 1947, Pemerintah India secara sadar memilih untuk tidak lagi mencantumkan informasi tentang kasta dalam sensus nasional. Tujuannya, saat itu, adalah menciptakan masyarakat yang lebih egaliter dan mengikis pembelahan berbasis kelahiran.
Namun kenyataannya, sistem kasta tidak pernah benar-benar hilang dari kehidupan sosial, ekonomi, maupun politik India. Di lapangan, kasta tetap menjadi penentu akses terhadap pendidikan, pekerjaan, layanan publik, bahkan preferensi politik.
Kini, setelah 94 tahun, pemerintah menyadari bahwa untuk menghapus diskriminasi, negara perlu memahami dengan pasti peta ketimpangan yang ada. Tanpa data yang konkret, upaya untuk menciptakan keadilan sosial akan terus berjalan di tempat.
Politik di Balik Statistik
Keputusan untuk mencantumkan data kasta bukanlah keputusan administratif semata. Banyak pihak melihat ini sebagai langkah strategis menjelang pemilu nasional berikutnya. Dengan mendata kasta secara resmi, pemerintah dapat menunjukkan keberpihakannya kepada kelompok mayoritas yang selama ini merasa termarjinalkan dalam skema pembagian sumber daya.
Kritikus menilai bahwa pencatatan kasta bisa membuka kembali luka-luka lama, dan memperkuat identitas sektarian. Namun para pendukungnya, terutama dari kalangan akademisi dan aktivis sosial, justru melihatnya sebagai alat penting untuk mendesain kebijakan afirmatif yang lebih tepat sasaran.
“Bagaimana mungkin kita bisa membuat kebijakan berbasis inklusi sosial jika kita bahkan tidak tahu pasti berapa jumlah dan kondisi komunitas-komunitas tersebut?” ujar Prof. Anand Mishra, seorang sosiolog dari Universitas Jawaharlal Nehru. “Membicarakan kasta tidak berarti merayakannya. Tapi justru menghadapinya.”
Harapan dan Kecemasan
Bagi banyak komunitas, terutama yang tergolong sebagai OBC (Other Backward Classes), keputusan ini membawa harapan. Selama ini, kelompok OBC telah menuntut agar data mereka dimutakhirkan secara resmi, untuk menyesuaikan kuota pendidikan dan pekerjaan yang diberikan oleh negara.
Namun di sisi lain, sejumlah kelompok dari kasta atas merasa khawatir bahwa pencatatan kasta bisa memperkuat kebijakan diskriminasi terbalik (reverse discrimination), serta memperkeruh relasi sosial yang sudah rapuh di banyak wilayah.
Organisasi HAM internasional juga mengamati langkah ini dengan penuh kehati-hatian. Mereka menekankan pentingnya memastikan bahwa data tersebut tidak disalahgunakan untuk stigmatisasi, diskriminasi digital, atau kekerasan berbasis identitas.
Teknologi, Transparansi, dan Tantangan Etika
Dengan teknologi digital yang kini digunakan dalam sensus, pencatatan kasta dapat dilakukan secara lebih akurat dan cepat. Namun tantangan barunya adalah bagaimana menjamin keamanan data tersebut dan menghindarkan potensi penyalahgunaan politik.
Pemerintah India sendiri menegaskan bahwa pencatatan ini akan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan dijaga kerahasiaannya. Data tersebut, menurut keterangan resmi, akan digunakan semata-mata untuk mendesain kebijakan pembangunan yang lebih adil.
Penutup: Melangkah Maju dengan Menoleh ke Belakang
Mencantumkan kasta dalam sensus nasional setelah 94 tahun bukanlah langkah mundur, melainkan upaya untuk melihat dengan jujur wajah asli masyarakat India hari ini. Negara yang ingin membangun keadilan sosial tak bisa menutup mata terhadap fakta sejarah dan realitas sosial yang ada.
Apakah langkah ini akan membawa perubahan struktural, atau justru menimbulkan ketegangan baru, masih harus dilihat dalam beberapa tahun ke depan. Namun satu hal pasti: India sedang berani menempuh jalan yang rumit, demi memahami dirinya sendiri secara lebih utuh.