Dalam kajian sosiopolitik Indonesia, nama Ian Douglas Wilson menonjol sebagai Indonesianis yang mendalami dinamika kekuasaan informal, premanisme, dan hubungan antara militer serta aktor non-negara. Melalui karya-karyanya, Wilson mengupas tuntas sosok kontroversial seperti Hercules Rosario de Marshal dan organisasi yang dipimpinnya, Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya.
Hercules: Dari Timor Timur ke Panggung Politik Jakarta
Hercules, lahir di Dili, Timor Timur, mengalami masa kecil yang keras akibat konflik bersenjata. Pada usia muda, ia menjadi tenaga bantuan operasi (TBO) bagi pasukan Kopassus yang dipimpin oleh Prabowo Subianto. Setelah mengalami kecelakaan helikopter yang menyebabkan cedera serius, Hercules dibawa ke Jakarta untuk perawatan dan kemudian menetap di ibu kota. Di Jakarta, ia membentuk kelompok yang terdiri dari pemuda Timor Timur dan mulai menguasai wilayah Tanah Abang, menjadikannya salah satu tokoh preman paling berpengaruh di Jakarta pada era 1990-an.
Wilson mencatat bahwa hubungan antara Hercules dan Prabowo tidak sekadar hubungan antara atasan dan bawahan militer, tetapi berkembang menjadi patronase politik yang kompleks. Hercules menganggap Prabowo sebagai figur yang menyelamatkan hidupnya, sementara Prabowo melihat Hercules sebagai alat untuk menggalang dukungan massa di tingkat akar rumput. Hubungan ini mencerminkan bagaimana kekuasaan formal dan informal saling terkait dalam politik Indonesia.
GRIB Jaya: Ormas atau Instrumen Politik?
Didirikan oleh Hercules pada tahun 2011, GRIB Jaya mengklaim memiliki jutaan anggota yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Organisasi ini secara terbuka mendukung Prabowo dalam setiap pemilihan presiden sejak 2014. Wilson melihat GRIB Jaya sebagai contoh bagaimana organisasi massa dapat digunakan sebagai alat mobilisasi politik, terutama dalam konteks patronase dan loyalitas pribadi.
Namun, GRIB Jaya tidak lepas dari kontroversi. Organisasi ini beberapa kali terlibat dalam insiden kekerasan dan bentrokan dengan kelompok lain, serta mendapat penolakan di beberapa daerah seperti Bali. Wilson menyoroti bahwa keberadaan GRIB Jaya mencerminkan tantangan dalam penegakan hukum dan demokratisasi di Indonesia, di mana kekuatan informal masih memiliki pengaruh signifikan.