Bagi banyak tahanan Palestina di penjara-penjara Israel, waktu bukan lagi sesuatu yang bisa dihitung. Ia berjalan seperti bayangan panjang yang tak berbentuk—tanpa hari, tanpa kepastian, tanpa kepulangan yang jelas. Kisah para tahanan ini kembali mencuat setelah sejumlah organisasi kemanusiaan merilis laporan terbaru mengenai kondisi yang mereka hadapi.
Sebagian besar tahanan mengaku hidup dalam rutinitas yang terasa seperti lorong tanpa ujung. Hari-hari mereka ditandai bukan oleh kalender, melainkan oleh suara pintu besi yang dibuka dan ditutup, pemeriksaan mendadak, serta jam istirahat yang berubah-ubah sesuai kebijakan penjaga. Dalam kondisi seperti itu, banyak dari mereka berkata bahwa konsep waktu perlahan menghilang.
Salah satu mantan tahanan, yang baru dibebaskan setelah bertahun-tahun mendekam, menggambarkan hidupnya seperti berada dalam ruang hampa. “Kami tidak tahu kapan pagi dimulai atau malam berakhir. Di dalam sel, cahaya lampu menyala terus. Tidur bukan lagi tidur—hanya berbaring dan berharap terlelap,” ujarnya kepada media lokal.
Laporan yang sama juga menyoroti praktik penahanan administratif, sebuah kebijakan yang memungkinkan seseorang ditahan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun tanpa dakwaan resmi. Bagi para tahanan, ini menjadi sumber tekanan mental terbesar. Mereka hidup dalam ketidakpastian yang memakan perlahan-lahan kekuatan batin, dan keluarga mereka di luar terus menunggu dengan perasaan bercampur antara harapan dan kelelahan.
Di beberapa penjara, akses terhadap layanan kesehatan disebut terbatas. Para tahanan harus menunggu lama untuk pemeriksaan medis, sementara keluhan ringan sering kali dianggap tidak mendesak. Kondisi ini memperburuk kesehatan fisik sekaligus mental—dua hal yang saling terkait erat dalam situasi terisolasi.
Tentu, pihak Israel membantah gambaran tersebut dan menyatakan bahwa seluruh fasilitas telah mengikuti prosedur standar. Namun laporan dari lembaga independen, termasuk kelompok advokasi internasional, menunjukkan bahwa pengalaman para tahanan jauh lebih kompleks daripada apa yang terlihat dalam laporan resmi.
Di luar tembok penjara, keluarga para tahanan menjalani hari-hari penuh kecemasan. Banyak dari mereka hanya diperbolehkan menjenguk dalam waktu singkat dan melalui lapisan pemeriksaan yang ketat. Tidak jarang kunjungan dibatalkan mendadak. Bagi keluarga, pertemuan singkat itu adalah satu-satunya tali penghubung yang tersisa di tengah kondisi yang serba tidak pasti.
“Hidup tanpa hari”—begitu seorang ibu menggambarkan keadaan anaknya yang telah bertahun-tahun ditahan. Ungkapan itu menjadi simbol dari perasaan kehilangan waktu, kehilangan harapan, dan kehilangan kehidupan yang normal.
Kisah para tahanan Palestina ini bukan sekadar catatan kelam yang disampaikan dari balik jeruji. Ia menjadi cermin bahwa konflik panjang di kawasan itu meninggalkan luka yang tak selalu tampak oleh dunia luar. Di balik angka dan laporan resmi, ada manusia yang tetap berusaha bertahan, memeluk sisa-sisa harapan di tengah ketidakpastian yang seolah tak berakhir.