Jakarta — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil langkah tegas menyusul temuan mengejutkan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai aliran dana judi online (judol) yang melibatkan penerima bantuan sosial (bansos). Dalam upaya membersihkan data penerima bansos dari penyalahgunaan dan memastikan bantuan tepat sasaran, Pemprov DKI menyatakan akan mengevaluasi ulang daftar penerima manfaat.
Langkah ini menjadi sorotan publik setelah PPATK membeberkan data bahwa ada ribuan transaksi judi online berasal dari rekening yang juga menerima dana bansos. Tak tanggung-tanggung, dalam beberapa kasus, dana bantuan yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan dasar justru dilacak mengalir ke situs-situs perjudian daring.
Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut pihaknya tengah berkoordinasi dengan Dinas Sosial, Dinas Komunikasi dan Informatika, serta pihak kepolisian guna menelusuri lebih lanjut dugaan tersebut. “Kami sangat serius menanggapi temuan ini. Bansos adalah hak warga yang membutuhkan, bukan untuk disalahgunakan,” ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (26/7).
Saringan Lebih Ketat dan Integrasi Data
Langkah konkret yang diambil Pemprov DKI adalah meninjau ulang basis data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Proses ini akan melibatkan penyaringan berbasis teknologi dan pemadanan data lintas instansi, termasuk dengan PPATK dan OJK, guna memastikan bahwa penerima bansos benar-benar tergolong sebagai keluarga rentan.
“Kami akan memperkuat verifikasi lewat NIK, rekening bank, dan juga pola transaksi keuangan. Jika ditemukan penyimpangan seperti keterlibatan judi online, maka akan ada konsekuensi administratif, termasuk kemungkinan pencabutan hak bansos,” terang Kepala Dinas Sosial DKI, Premi Lasari.
Langkah ini menuai dukungan dari berbagai pihak, termasuk pengamat kebijakan publik dan LSM pemerhati kemiskinan. Mereka menilai, tindakan ini penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap program bansos yang selama ini rawan manipulasi data.
Antara Kebutuhan dan Kecanduan
Namun di balik data keras, ada sisi gelap lain yang tak bisa diabaikan: persoalan kecanduan dan tekanan ekonomi. Sebagian pelaku judi online yang berasal dari kalangan penerima bansos mengaku terjerumus karena harapan instan untuk keluar dari kemiskinan.
“Saya pikir awalnya cuma coba-coba. Lumayan, dapat 200 ribu. Tapi lama-lama habis semua, termasuk uang bantuan,” kata Y (nama disamarkan), warga Cakung yang kini dalam pendampingan LSM anti-judi digital.
Fenomena ini menunjukkan perlunya pendekatan komprehensif. Bukan hanya mencabut hak bansos bagi yang terbukti menyalahgunakan, tetapi juga menyediakan pendampingan psikologis dan edukasi literasi digital. Sebab, di tengah ekonomi yang sulit, iming-iming kekayaan instan dari judi online menjadi jebakan yang mematikan.
Dukungan Publik dan Tanggung Jawab Bersama
Langkah Pemprov DKI yang mendukung PPATK mendapat respons positif dari warga. “Saya setuju sekali. Bansos itu untuk yang benar-benar susah, bukan buat main judi,” ujar Erni, ibu dua anak yang tinggal di kawasan Tambora. Namun ia juga mengingatkan agar evaluasi dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi kesalahan pencoretan data warga yang memang membutuhkan.
Kini, sorotan publik tertuju pada implementasi kebijakan ini: sejauh mana pemerintah daerah bisa menindaklanjuti dengan akurat tanpa menimbulkan ketimpangan atau kriminalisasi terhadap warga miskin yang menjadi korban.
Yang jelas, perang terhadap judi online sudah masuk ke jantung persoalan sosial masyarakat. Dan langkah Pemprov DKI ini bisa menjadi contoh awal bagaimana program bansos tak hanya soal memberi, tetapi juga soal tanggung jawab dan ketepatan sasaran.