Kuningan, Jawa Barat – 30 Mei 2025 – Politikus senior Kabupaten Kuningan, Dede Mulyana, atau yang akrab disapa Demul, angkat bicara soal munculnya spanduk bernada protes yang mengatasnamakan Persikas Kuningan. Ia menilai, ada indikasi kekuatan politik tertentu yang menunggangi aksi tersebut.
Spanduk yang terpampang di beberapa titik strategis wilayah Kuningan dalam beberapa hari terakhir memuat kritik keras terhadap pengelolaan klub sepak bola kebanggaan warga tersebut. Di antaranya menyinggung soal “intervensi pihak luar”, “pengelolaan yang tidak transparan”, hingga “ancaman kehilangan identitas klub”.
Namun menurut Demul, yang juga merupakan mantan pengurus harian Persikas, muatan pesan dalam spanduk itu terlalu politis dan tak mencerminkan aspirasi murni para suporter.
“Kalau kita cermati bahasanya, ini bukan gaya bicara suporter. Ini lebih condong ke narasi politik. Saya menduga kuat ada kepentingan tertentu yang mencoba memancing keruh air di tubuh Persikas,” ujar Demul dalam wawancara eksklusif, Jumat pagi (30/5).
Akar Masalah Diduga Bukan Sepak Bola
Demul menyatakan bahwa Persikas sebagai klub sepak bola semestinya dijaga dari tarik-menarik kepentingan politik lokal. Ia menyesalkan apabila ada pihak yang mencoba memanfaatkan ketenaran klub demi kepentingan elektoral, apalagi menjelang tahun politik.
“Ini bukan kali pertama klub sepak bola daerah dijadikan alat tekanan politik. Kita harus dewasa. Jangan korbankan sepak bola untuk ambisi kekuasaan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Demul juga menyebut bahwa dinamika internal Persikas memang tidak lepas dari tantangan. Namun, ia mengimbau penyelesaian dilakukan secara terbuka dan dialogis, bukan lewat provokasi spanduk yang bisa memecah belah publik.
Reaksi Suporter Terbelah
Sementara itu, reaksi dari kelompok suporter Persikas beragam. Sebagian menganggap spanduk itu sebagai bentuk protes sah terhadap kebijakan manajemen yang dianggap tidak berpihak pada loyalitas suporter. Namun tak sedikit pula yang curiga bahwa gerakan ini digerakkan oleh pihak-pihak yang memiliki agenda terselubung.
Ridwan (28), salah satu anggota komunitas suporter Laskar Ki Gede, menyatakan, “Kami kecewa dengan pengelolaan klub, iya. Tapi kami juga tidak ingin dijadikan alat. Spanduk itu muncul tiba-tiba, dan kami tidak pernah diajak bicara sebelumnya.”
Seruan untuk Transparansi dan Rekonsiliasi
Menutup pernyataannya, Demul mendorong agar manajemen Persikas membuka ruang dialog dengan suporter dan tokoh masyarakat. Ia juga meminta agar pihak-pihak luar yang mencoba menunggangi situasi segera menghentikan upaya provokatif.
“Kita ingin Persikas tetap jadi kebanggaan masyarakat Kuningan, bukan jadi panggung perebutan kekuasaan. Semua pihak harus menahan diri dan utamakan rekonsiliasi,” pungkasnya.