Amerika Serikat menyaksikan gelombang protes terbesar dalam sejarah modernnya. Lebih dari 7 juta orang di seluruh 50 negara bagian dan lebih dari 2.600 kota menggelar aksi serentak bertajuk “No Kings”. Gerakan ini menuntut agar Presiden Donald Trump mundur dari jabatannya, yang dianggap telah mengarah pada pemerintahan otoriter dan anti-demokrasi
🎭 Atmosfer Aksi: Kreatif dan Penuh Pesan
Protes berlangsung dengan suasana yang penuh warna dan simbolis. Di Washington D.C., ribuan orang berbaris menuju National Mall sambil meneriakkan yel-yel seperti “Hey hey, ho ho, Donald Trump harus pergi!” Di Chicago, sekitar 100.000 orang berkumpul di Grant Park, sementara di New York City, Times Square dipenuhi dengan massa yang membawa spanduk dan kostum kreatif, termasuk balon raksasa bergambar Trump mengenakan popok
Di Houston, spanduk bertuliskan “Lawan Ketidaktahuan, bukan migran” mencerminkan protes terhadap kebijakan imigrasi yang keras. Di Manistee, Michigan, peserta membentuk tulisan “No Kings” dengan menggunakan balon dan pakaian berwarna kuning, simbol dari gerakan ini
🗳️ Tuntutan Utama: Kembalikan Demokrasi
Gerakan “No Kings” diprakarsai oleh lebih dari 200 organisasi progresif, termasuk ACLU, MoveOn, dan American Federation of Teachers. Mereka menuntut agar Trump mundur dari jabatan presiden, menghentikan penindasan terhadap kebebasan sipil, dan mengakhiri kebijakan yang dianggap merusak nilai-nilai demokrasi. Protes ini juga menyoroti penggunaan teknologi pengawasan oleh pemerintah yang dianggap mengancam privasi dan kebebasan berekspresi Reuters.
🛡️ Respons Pemerintah: Kritik dan Kontroversi
Pemerintah federal merespons protes ini dengan mencapnya sebagai tindakan anti-Amerika. Beberapa pejabat, termasuk Presiden Trump, menyebut peserta protes sebagai ekstremis. Namun, para pengunjuk rasa menegaskan bahwa aksi mereka adalah bentuk protes damai dan hak konstitusional untuk menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah New York Post.
🌍 Solidaritas Global
Gerakan ini tidak hanya terbatas di Amerika Serikat. Solidaritas juga datang dari kota-kota besar di Eropa, di mana warga negara tersebut menggelar aksi serupa sebagai bentuk dukungan terhadap demokrasi dan menentang pemerintahan Trump yang dianggap otoriter TIME.
🔮 Apa Selanjutnya?
Gerakan “No Kings” telah menunjukkan kekuatan rakyat dalam menuntut perubahan. Dengan lebih dari 7 juta orang turun ke jalan, gerakan ini menjadi simbol perlawanan terhadap otoritarianisme dan pembelaan terhadap demokrasi. Para penyelenggara telah merencanakan aksi lanjutan pada 21 Oktober 2025 untuk membahas langkah selanjutnya dalam perjuangan ini No Kings.
Gerakan ini mengingatkan kita bahwa dalam demokrasi, suara rakyat adalah yang utama. “No Kings” bukan hanya sekadar slogan, tetapi seruan untuk menjaga kebebasan dan keadilan bagi semua.