Jakarta – Dalam semangat mengenang dua dekade lebih perjalanan Reformasi, para aktivis 98 menggelar sarasehan khusus yang menjadi ajang refleksi atas perjuangan panjang menumbangkan rezim otoriter dan menegakkan demokrasi. Acara yang berlangsung khidmat namun penuh semangat ini turut dihadiri oleh sejumlah tokoh nasional, termasuk Ketua DPR RI Puan Maharani dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
Bertempat di Jakarta pada Minggu (19/5), sarasehan ini bukan sekadar seremoni peringatan, melainkan ruang terbuka untuk berdialog, mengkritisi arah demokrasi Indonesia, dan menagih komitmen reformasi dari para pemangku kebijakan hari ini.
Jejak Reformasi dan Harapan yang Belum Tuntas
Kehadiran para aktivis 98 yang kini telah tersebar di berbagai bidang — dari akademisi, birokrasi, hingga partai politik — menegaskan bahwa semangat Reformasi belum padam. Mereka masih membawa bara idealisme yang dulu menjadi bahan bakar perlawanan terhadap kekuasaan yang represif.
“Reformasi bukan hanya soal menggulingkan Soeharto. Ini soal membangun sistem yang adil, transparan, dan berpihak pada rakyat. Apakah kita sudah sampai ke sana? Itu yang harus kita jawab bersama hari ini,” ujar salah satu aktivis yang juga menjadi moderator acara.
Puan Maharani: Menjaga Warisan Reformasi Lewat Lembaga Legislatif
Dalam sambutannya, Puan Maharani menyampaikan apresiasinya terhadap para aktivis 98. Ia menekankan pentingnya menjaga semangat reformasi di tengah dinamika politik yang terus berubah. Sebagai Ketua DPR, Puan mengakui masih banyak pekerjaan rumah dalam mewujudkan cita-cita reformasi, mulai dari penegakan hukum hingga pembenahan institusi demokrasi.
“Saya hadir di sini bukan hanya sebagai politisi, tapi sebagai bagian dari generasi yang hidup dan tumbuh bersama Reformasi. Saya mengajak kita semua untuk terus menjaga warisan itu, bukan dengan nostalgia, tapi dengan kerja nyata,” ujarnya.
Sufmi Dasco Ahmad: Kritis Tapi Konstruktif
Senada dengan Puan, Sufmi Dasco Ahmad yang juga hadir dalam forum tersebut menegaskan pentingnya menjaga ruang-ruang dialog antara masyarakat sipil dan wakil rakyat. Ia mengaku bahwa kritik dari para aktivis justru menjadi bahan bakar untuk pembenahan internal di lembaga legislatif.
“Reformasi bukan sekadar tonggak sejarah, tapi proses yang terus berjalan. Kritik dan masukan dari para aktivis 98 adalah vitamin bagi demokrasi kita,” kata Dasco.
Reformasi dan Generasi Baru
Sarasehan ini juga menjadi momentum untuk menyambungkan semangat Reformasi 1998 dengan generasi muda hari ini. Beberapa mahasiswa dan organisasi kepemudaan turut diundang untuk berdialog dan mendengarkan langsung cerita perjuangan dari para pelaku sejarah.
Salah satu mahasiswa yang hadir, Aditya (21), mengaku terinspirasi oleh diskusi tersebut. “Ternyata Reformasi itu bukan hanya sejarah di buku pelajaran. Ini tentang keberanian melawan ketidakadilan. Saya rasa generasi muda perlu lebih aktif, bukan apatis,” ujarnya.
Menatap Masa Depan: Reformasi Belum Usai
Sarasehan ditutup dengan penandatanganan pernyataan bersama yang menegaskan bahwa cita-cita Reformasi belum selesai. Para peserta berkomitmen untuk terus mengawal demokrasi, memperkuat supremasi hukum, dan melawan segala bentuk penyimpangan kekuasaan.
Acara ini menjadi pengingat bahwa Reformasi 1998 bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan kompas moral yang harus terus dijaga dalam setiap langkah pembangunan bangsa. Kehadiran tokoh-tokoh penting dari parlemen memperlihatkan bahwa jembatan antara masa lalu dan masa depan demokrasi Indonesia masih terbuka – dan harus terus diperkuat.