Situasi geopolitik global kembali menghangat setelah muncul laporan bahwa Amerika Serikat tengah mempertimbangkan usulan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk memperpanjang salah satu perjanjian nuklir utama kedua negara. Isyarat tersebut mencuri perhatian banyak pihak, terutama di tengah hubungan Washington–Moskow yang dalam beberapa tahun terakhir terus berada pada titik tegang.
Perjanjian yang dimaksud merupakan salah satu instrumen penting dalam menjaga stabilitas strategis pasca-Perang Dingin. Dokumen itu membatasi jumlah hulu ledak dan sistem peluncuran nuklir yang dapat dimiliki masing-masing negara. Tanpa perpanjangan, dunia dikhawatirkan memasuki era baru perlombaan senjata yang jauh lebih tidak terduga.
Sumber anonim dari lingkaran kebijakan luar negeri AS menyebut bahwa pemerintahan di Washington tidak serta-merta menolak usulan Putin. Meskipun hubungan kedua negara dipenuhi kecurigaan, sebagian pejabat menilai bahwa menjaga kerangka perjanjian yang sudah ada tetap menjadi kepentingan bersama. “Membiarkan perjanjian ini kedaluwarsa sepenuhnya bukan sesuatu yang diinginkan siapa pun,” ujar salah satu sumber tersebut.
Namun, pertimbangan itu bukan berarti prosesnya akan mudah. AS disebut ingin memastikan bahwa perpanjangan tidak hanya berhenti pada dokumen lama, tetapi juga mengakomodasi teknologi persenjataan modern yang berkembang cepat di kedua negara. Sistem senjata hipersonik, drone berkekuatan strategis, hingga platform nuklir baru dianggap belum sepenuhnya tercakup dalam klausul perjanjian sebelumnya.
Di sisi lain, Rusia menegaskan bahwa kesiapan memperpanjang perjanjian merupakan sinyal bahwa Moskow menginginkan stabilitas jangka panjang. Putin, dalam beberapa kesempatan, menekankan bahwa upaya menjaga keseimbangan nuklir bukan hanya demi kepentingan Rusia dan AS, tetapi juga seluruh dunia.
Para analis menyambut kabar ini dengan campuran kehati-hatian dan optimisme. Sebagian melihatnya sebagai peluang langka untuk membuka kembali dialog keamanan internasional di tengah ketegangan global yang meningkat. Namun sebagian lain mengingatkan bahwa proses negosiasi bisa saja tersendat oleh isu-isu lain yang membebani hubungan kedua negara—termasuk konflik regional, sanksi ekonomi, hingga sengketa diplomatik yang belum tuntas.
Meski belum ada pernyataan resmi dari Gedung Putih, sinyal bahwa AS sedang menimbang usulan tersebut menjadi perkembangan penting dalam lanskap politik internasional. Dunia kini menunggu apakah kedua negara pemilik arsenal nuklir terbesar itu benar-benar dapat menemukan titik temu, atau apakah kesempatan ini kembali hilang di tengah ketidakpastian global.