Keberadaan komunitas Yahudi di Rusia bukanlah fenomena baru. Sejarahnya panjang, rumit, dan kadang kelam, tapi juga mencerminkan ketahanan sebuah bangsa yang terus bertahan di tengah badai pergolakan politik dan sosial selama berabad-abad. Di balik statistik demografis dan migrasi besar-besaran, ada kisah tentang pencarian tempat yang aman untuk hidup, bekerja, dan mempertahankan identitas.
Awal Mula: Dari Perbatasan Polandia ke Jantung Kekaisaran Rusia
Komunitas Yahudi pertama kali tercatat secara signifikan di wilayah Kekaisaran Rusia setelah aneksasi besar-besaran wilayah Polandia–Lithuania oleh Rusia pada akhir abad ke-18, tepatnya melalui pembagian Polandia yang terjadi dalam tiga tahap (1772, 1793, dan 1795). Dalam proses ini, Rusia tiba-tiba “mewarisi” populasi Yahudi yang besar, terutama dari wilayah yang sekarang menjadi Ukraina, Belarus, dan bagian timur Polandia.
Sebelum aneksasi itu, Rusia hampir tidak memiliki populasi Yahudi yang berarti. Pemerintah Tsar waktu itu pun tidak terlalu menyambut mereka. Maka, lahirlah kebijakan yang dikenal dengan istilah Pale of Settlement, sebuah wilayah geografis terbatas di mana orang Yahudi diperbolehkan tinggal. Di luar wilayah itu, mereka dilarang menetap secara permanen.
Diskriminasi, Pogrom, dan Ketahanan Budaya
Sepanjang abad ke-19 hingga awal abad ke-20, kehidupan orang Yahudi di Rusia ditandai oleh diskriminasi hukum, pembatasan pekerjaan, dan serangkaian kekerasan kolektif yang dikenal dengan istilah pogrom. Pogrom paling brutal terjadi setelah pembunuhan Tsar Alexander II pada 1881. Kekerasan itu menyebar luas, menyebabkan kematian dan kehancuran di banyak kota, serta menjadi pemicu utama gelombang emigrasi besar-besaran ke Eropa Barat, Palestina, dan Amerika Serikat.
Meski dibatasi secara geografis dan ekonomi, komunitas Yahudi di wilayah tersebut berkembang dalam hal budaya dan spiritual. Bahasa Yiddish tumbuh subur. Pusat-pusat pendidikan keagamaan (yeshiva) berdiri kokoh. Muncul pula gerakan intelektual seperti Haskalah (Pencerahan Yahudi), serta tokoh-tokoh revolusioner Yahudi yang turut menggerakkan perubahan sosial di Kekaisaran Rusia.
Revolusi Rusia dan Era Soviet: Harapan dan Kekecewaan
Ketika Revolusi Bolshevik meletus tahun 1917, banyak orang Yahudi yang melihatnya sebagai awal baru. Beberapa tokoh Yahudi terlibat aktif dalam gerakan revolusi. Pemerintah Soviet secara resmi menghapuskan antisemitisme dan memperbolehkan semua agama serta etnis hidup setara secara hukum. Tapi idealisme itu tidak berlangsung lama.
Pada era Stalin, identitas Yahudi kembali ditekan. Sekolah Yiddish ditutup, organisasi Yahudi dibubarkan, dan kampanye anti-“kosmopolitisme” mengarah pada diskriminasi terselubung terhadap Yahudi Soviet. Bahkan pasca Perang Dunia II, ketika tragedi Holocaust masih membekas, Uni Soviet menolak memberi tempat yang aman bagi Yahudi yang selamat.
Masa Modern: Emigrasi dan Jejak yang Tertinggal
Setelah Uni Soviet runtuh pada 1991, banyak orang Yahudi Rusia memilih untuk bermigrasi ke Israel, Amerika Serikat, Jerman, atau Kanada. Namun, tak sedikit pula yang memutuskan tetap tinggal. Kota-kota besar seperti Moskow, St. Petersburg, dan Kiev (saat itu masih dalam lingkup Uni Soviet) memiliki komunitas Yahudi yang tetap aktif meski jumlahnya menurun.
Kini, jumlah orang Yahudi di Rusia memang jauh berkurang dibanding awal abad ke-20. Tapi jejak mereka tetap tertanam kuat dalam sejarah Rusia—dari dunia intelektual hingga seni, dari ekonomi hingga sains. Tokoh-tokoh besar seperti Isaac Babel, Marc Chagall, hingga Leon Trotsky lahir dari rahim sejarah ini.