Teheran, Juni 2025 — Dunia kembali menoleh ke Timur Tengah setelah pernyataan tajam Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang mengejutkan panggung politik internasional. Usai pengumuman gencatan senjata antara Israel dan kelompok perlawanan di Gaza, Khamenei tidak menahan diri dalam menanggapi hasil konflik berkepanjangan yang menewaskan ribuan jiwa itu. Dalam sebuah pidato publik di Teheran, ia menyebut bahwa Israel “kalah tanpa kartu As,” pernyataan yang menggemparkan dan penuh makna simbolis.
Pesan Simbolik: “Israel Kalah Tanpa As”
Dalam retorika khasnya yang sarat makna politis dan teologis, Khamenei menggambarkan hasil perang sebagai bukti kekalahan moral dan strategis Israel. “Mereka mengerahkan semua senjata, kekuatan udara, dan dukungan internasional — namun tidak mampu menundukkan Gaza yang hanya bersenjatakan tekad,” ucapnya di hadapan ribuan pendukung yang memadati Musalla Imam Khomeini.
Menurut Khamenei, pernyataan “kalah tanpa As” bukan sekadar sindiran, melainkan refleksi dari realitas yang ia anggap mencerminkan keruntuhan dominasi militer Israel yang selama ini dianggap tak tertandingi di kawasan. “Mereka tidak punya lagi trik baru. Mereka membuka semua kartu mereka, dan tetap kalah,” tambahnya.
Konflik Terbaru: Titik Balik atau Babak Baru?
Gencatan senjata yang diumumkan pada pekan lalu menandai akhir dari eskalasi selama lebih dari satu bulan. Selama konflik tersebut, ribuan roket diluncurkan ke wilayah Israel, dan serangan udara Israel menghancurkan sebagian besar infrastruktur di Gaza. Meski demikian, kelompok perlawanan Palestina tetap bertahan, bahkan diklaim sukses menciptakan tekanan psikologis dan politik terhadap Tel Aviv.
Pernyataan Khamenei muncul di tengah meningkatnya sentimen anti-Israel di sejumlah negara Muslim pasca konflik tersebut. Di beberapa kota besar, termasuk Jakarta, Istanbul, dan Karachi, demonstrasi besar-besaran digelar untuk menunjukkan solidaritas terhadap Palestina. Dalam konteks ini, kata-kata Khamenei bergaung lebih jauh, bukan hanya sebagai komentar, tetapi sebagai simbol resistensi.
Dampak Diplomatik dan Respons Internasional
Pernyataan Khamenei langsung memicu respons dari pejabat Israel dan sekutunya. Kementerian Luar Negeri Israel menyebut komentar itu sebagai “provokatif dan tidak bertanggung jawab”, serta menuduh Iran memperkeruh suasana pascagencatan senjata. Sementara itu, Amerika Serikat, yang selama ini menjadi sekutu dekat Israel, menyerukan semua pihak untuk menahan diri dan fokus pada upaya perdamaian yang berkelanjutan.
Namun, di sisi lain, sejumlah analis politik melihat ucapan Khamenei sebagai bagian dari strategi Iran untuk memperkuat pengaruhnya di kawasan. “Ini bukan sekadar pernyataan spontan. Ini adalah bagian dari narasi strategis yang telah lama dibangun Teheran,” ujar Dr. Rahmat Pahlavi, seorang analis Timur Tengah dari Universitas Leiden.
Resonansi di Dunia Arab
Menariknya, respons dunia Arab terhadap pidato tersebut terpecah. Negara-negara yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel, seperti Uni Emirat Arab dan Bahrain, memilih diam. Sementara Yaman, Suriah, dan Lebanon — yang selama ini bersimpati pada poros perlawanan — secara terbuka menyambut pernyataan Khamenei sebagai “dukungan moral yang konsisten”.
Di Palestina sendiri, khususnya di Gaza, ucapan Khamenei disambut sebagai pengakuan atas perjuangan mereka. Sejumlah mural dan spanduk bertuliskan “Kemenangan Tanpa As” mulai muncul di jalan-jalan kota yang hancur, menggambarkan bagaimana narasi ini telah menjadi simbol baru dari keteguhan perlawanan.
Akhir atau Awal Baru?
Meski senjata telah diam, konflik belum benar-benar berakhir. Gencatan senjata hanya menandai jeda, bukan penyelesaian. Dalam konteks ini, ucapan Khamenei bukan hanya menggambarkan masa lalu, tetapi menyiratkan masa depan. Sebuah masa depan yang menurutnya akan ditentukan oleh siapa yang mampu bertahan dengan tekad, bukan dengan senjata tercanggih.
“Perang ini membuktikan sesuatu yang lebih dalam — bahwa kekuatan sejati lahir dari keyakinan, bukan dari rudal,” tutup Khamenei, yang disambut takbir ribuan massa.
Seiring debu-debu reruntuhan di Gaza perlahan mengendap, dan para korban mencoba membangun kembali hidupnya, satu hal tetap jelas: narasi perang kini tak hanya ditentukan oleh senjata, tapi juga oleh kata-kata yang menggugah dan menginspirasi, sebagaimana yang disampaikan oleh Khamenei — tajam, simbolik, dan sarat pesan ideologis.