Jakarta / Mekkah, Juni 2025 — Ibadah haji adalah panggilan spiritual yang dinanti jutaan umat Muslim. Namun, di balik kekhusyukan dan kesakralan prosesi suci itu, muncul fenomena memprihatinkan: praktik haji ilegal. Tahun ini, pemerintah Arab Saudi menegaskan komitmennya menindak tegas jemaah haji tanpa izin resmi dengan ancaman denda setara Rp86 juta atau SAR 20.000, bahkan hukuman penjara dan deportasi.
Fenomena ini menjadi sorotan internasional, termasuk bagi Indonesia, salah satu negara pengirim jemaah haji terbanyak di dunia. Pihak Kementerian Agama (Kemenag) RI pun turut mengimbau agar masyarakat tidak tergoda menggunakan jalur tidak resmi demi bisa berhaji lebih cepat.
Modus Haji Ilegal: Celah yang Dimanfaatkan Oknum
Haji ilegal bukanlah praktik baru. Para pelaku biasanya memanfaatkan visa non-haji seperti visa umrah, ziarah, atau bahkan visa bisnis. Setelah tiba di Arab Saudi, mereka “nyempil” atau menyelinap ke dalam rombongan haji resmi, berpakaian ihram, dan ikut prosesi tanpa pengawasan.
Modus ini kerap difasilitasi oleh agen perjalanan nakal, yang menjanjikan “jalan pintas ke Baitullah” dengan biaya lebih murah dan waktu tunggu lebih singkat, mengingat antrean haji resmi Indonesia bisa mencapai 10 hingga 20 tahun di beberapa daerah.
Namun, jalan pintas ini bukan tanpa risiko. Jemaah haji ilegal tidak hanya mengganggu sistem logistik haji, tetapi juga rentan terhadap perlakuan hukum, kehilangan akses ke layanan kesehatan dan penginapan, serta membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Denda dan Sanksi: Tegas dan Tidak Pandang Bulu
Pemerintah Arab Saudi, melalui Kementerian Dalam Negeri dan Keamanan Umum, mengeluarkan peringatan keras. Setiap individu yang terbukti berhaji tanpa tasreh (izin resmi haji), baik warga negara Saudi maupun asing, akan dikenakan denda sebesar 20.000 riyal atau setara Rp86 juta. Jika melanggar berulang kali, dendanya bisa berlipat ganda hingga tiga kali lipat.
Tak hanya itu, pelaku juga bisa dideportasi dan dilarang masuk ke Arab Saudi selama beberapa tahun. Bahkan warga lokal yang membantu atau menyediakan tempat tinggal bagi jemaah ilegal dapat dijatuhi hukuman penjara dan denda tinggi.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini persoalan keamanan, keteraturan, dan tanggung jawab terhadap jutaan jemaah resmi yang harus dilindungi,” ujar juru bicara otoritas Haji Arab Saudi dalam konferensi pers.
Dampaknya pada Citra Indonesia
Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar dunia, menjadi sorotan karena sebagian besar pelanggar berasal dari negara-negara Asia Selatan dan Asia Tenggara. Pemerintah Indonesia pun menyatakan tidak akan melindungi WNI yang nekat berhaji secara ilegal.
“Ini peringatan keras. Kita harus menjaga nama baik bangsa. Jangan korbankan kehormatan dan keselamatan demi ambisi pribadi untuk berhaji lewat jalur tidak sah,” kata Menteri Agama RI dalam keterangannya.
Pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah juga aktif melakukan patroli dan pendampingan agar WNI mematuhi aturan yang berlaku.
Suara dari Lapangan: Penyesalan dan Harapan
Beberapa jemaah yang tertangkap mengaku tergoda oleh janji-janji manis agen perjalanan ilegal. Salah satu di antaranya, seorang pria asal Sulawesi Selatan, mengaku menghabiskan lebih dari Rp50 juta untuk “paket cepat haji” yang ternyata berujung penahanan.
“Saya menyesal. Saya hanya ingin beribadah, tapi sekarang harus ditahan, tak bisa ikut wukuf di Arafah,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Sementara itu, sebagian tokoh agama menyerukan pentingnya kesabaran dan keikhlasan dalam menanti giliran haji resmi. “Allah tidak menilai siapa yang lebih dulu ke tanah suci, tetapi siapa yang paling tulus niat dan jalannya,” ujar Ustaz Ahmad Luthfi dalam ceramahnya di Jakarta.