New Delhi — Pemerintah India resmi mencopot tiga pejabat senior dari maskapai nasional India Air menyusul tragedi penerbangan yang mengguncang dunia penerbangan sipil. Kecelakaan nahas yang terjadi di negara bagian Odisha itu menewaskan sedikitnya 279 orang dan mencederai ratusan lainnya. Langkah ini dinilai sebagai bentuk tanggung jawab moral dan administratif atas kelalaian yang dianggap fatal dalam prosedur keselamatan dan pengawasan.
Tragedi itu terjadi pada malam yang tampak biasa. Penerbangan India Air AI-742 tengah mengangkut lebih dari 320 penumpang dari Kolkata menuju Chennai. Namun, beberapa menit setelah lepas landas, pesawat mengalami kegagalan sistem navigasi yang menyebabkan pesawat keluar jalur dan bertabrakan dengan pesawat kargo militer yang tak dijadwalkan berada di rute tersebut. Api membumbung tinggi, dan dalam hitungan menit, kedua bangkai pesawat terbakar hebat, menyisakan puing dan duka mendalam.
Hasil investigasi awal mengungkapkan adanya cacat dalam sistem komunikasi antara menara pengawas dan kokpit pesawat. Komite keselamatan penerbangan sipil India (DGCA) menyebut kegagalan tersebut bukan hanya kesalahan teknis, tetapi juga kelalaian manusia dan lemahnya kontrol manajerial.
Tiga pejabat tinggi yang dicopot dari jabatannya adalah Direktur Operasi India Air, Kepala Divisi Keselamatan Penerbangan, dan Direktur Regional Wilayah Timur. Menteri Transportasi Sipil India, Rajiv Bhattacharya, dalam konferensi pers darurat, menyatakan bahwa keputusan ini diambil guna “mengembalikan kepercayaan publik dan menegaskan bahwa nyawa warga India tak bisa dikorbankan oleh kelalaian birokrasi.”
Pukulan Ganda bagi India Air
Maskapai plat merah yang sebelumnya tengah berusaha pulih dari kerugian finansial akibat pandemi, kini harus menghadapi badai publik yang jauh lebih berat. India Air sebelumnya mendapat pujian atas efisiensi rute-rute domestik baru dan peningkatan layanan, tetapi kecelakaan ini menghapus semua prestasi tersebut dalam sekejap. Bursa saham pun bereaksi: saham perusahaan induk India Air anjlok hingga 17% dalam satu hari setelah insiden.
“Kami kehilangan suami kami, ayah kami, dan masa depan kami dalam satu malam,” kata Neha Kapoor, salah satu kerabat korban, sambil menangis di lokasi peringatan. “Siapa yang akan bertanggung jawab atas kehidupan yang tak bisa kembali?”
Sorotan Tajam Terhadap Regulasi Penerbangan
Selain pencopotan pejabat, perhatian publik kini juga tertuju pada sistem pengawasan penerbangan India yang disebut terlalu lemah dan sering abai terhadap standar internasional. Para pengamat menyebut kejadian ini sebagai “alarm terakhir” bagi pemerintah.
“Sudah waktunya India meninjau ulang seluruh infrastruktur penerbangannya. Jangan tunggu tragedi berikutnya,” ujar Avinash Mehta, analis senior keselamatan penerbangan dari Universitas Delhi.
Pemerintah pusat berjanji akan membentuk panel independen yang melibatkan pakar internasional untuk mengevaluasi ulang prosedur keselamatan, terutama dalam hal koordinasi lintas lembaga antara sipil dan militer.
Korban dan Kehilangan yang Tak Tergantikan
Dari 279 korban jiwa, lebih dari separuh merupakan pekerja migran yang tengah pulang kampung menjelang musim panen. Sebuah ironi pahit mengingat banyak di antara mereka membeli tiket dengan tabungan terakhir mereka.
Sementara itu, lebih dari 40 jenazah belum berhasil diidentifikasi karena kondisi tubuh yang terbakar parah. Tim forensik masih bekerja keras di rumah sakit Bhubaneswar, berupaya memberikan kejelasan bagi keluarga korban yang terus menanti di luar pagar rumah sakit dengan wajah cemas.
Tragedi ini bukan sekadar catatan kelam dalam sejarah penerbangan India. Ini adalah luka yang terbuka lebar, yang menuntut lebih dari sekadar perombakan struktur. Ia menuntut empati, reformasi, dan jaminan bahwa darah 279 jiwa tak menguap sia-sia di langit negeri.